
https://www.antaranews.com
Faktabiz – Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta baru-baru ini menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan Dinas Kebudayaan (Disbud) Provinsi DKI Jakarta. Kasus ini diperkirakan merugikan negara hingga Rp150 miliar, dan telah menjadi sorotan publik terkait penyalahgunaan anggaran yang bersumber dari APBD.
Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Patris Yusrian Jaya, dalam konferensi pers capaian akhir tahun pada Kamis, 2 Januari 2025, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam perkara ini. Mereka adalah IHW, yang menjabat sebagai Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, MFM, yang merupakan Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Bidang Pemanfaatan, dan GAR, yang terlibat dalam pengelolaan kegiatan di bidang Pemanfaatan Disbud DKI Jakarta.
“Ketiga tersangka ini diduga terlibat dalam penyimpangan sejumlah kegiatan yang dibiayai dengan anggaran dari APBD. Penetapan tersangka ini berdasarkan hasil penyidikan yang telah dilakukan oleh Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta,” kata Patris.
Menurut keterangan Kejaksaan Tinggi, para tersangka bersepakat untuk menggunakan jasa event organizer (EO) milik GAR dalam berbagai kegiatan yang dilakukan di lingkungan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta. MFM dan GAR diduga menyalahgunakan sanggar-sanggar fiktif sebagai sarana untuk membuat Surat Pertanggungjawaban (SPJ) guna pencairan dana untuk kegiatan seni dan budaya. Setelah dana tersebut dicairkan, uang hasil pencairan yang masuk ke rekening sanggar fiktif atau yang dipakai namanya, kemudian ditarik kembali oleh GAR dan disalurkan ke rekeningnya. Diduga, dana tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi IHW dan MFM.
Tindakan yang dilakukan oleh ketiga tersangka ini jelas melanggar sejumlah peraturan dan undang-undang. Perbuatan mereka bertentangan dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, serta peraturan terkait pengadaan barang/jasa pemerintah. Selain itu, tindakan tersebut juga melanggar Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah.
Para tersangka dikenakan sejumlah pasal terkait tindak pidana korupsi, termasuk Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Jo. Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001. Mereka juga dijerat dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam perkembangan kasus ini, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah melakukan penahanan terhadap tersangka GAR di Rumah Tahanan Negara Cipinang selama 20 hari ke depan. Sementara itu, penyidik masih mencari keberadaan IHW dan MFM, yang saat ini belum hadir dalam pemeriksaan saksi. Patris mengungkapkan bahwa kedua tersangka tersebut akan dipanggil kembali untuk pemeriksaan pada minggu depan.
Kasus ini menambah panjang daftar kasus korupsi yang melibatkan pejabat publik di Indonesia. Masyarakat berharap agar proses hukum berjalan transparan dan adil, serta memberikan efek jera bagi para pelaku penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan anggaran negara. Selain itu, kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya pengawasan terhadap penggunaan anggaran daerah, khususnya yang berkaitan dengan kegiatan budaya dan seni yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat.