17 Maret 2025
Mahkamah Konstitusi Tolak Uji Materi Soal Pencantuman Agama dalam KTP dan KK

https://www.antaranews.com

Faktabiz – Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia baru-baru ini menolak permohonan uji materi yang diajukan oleh dua warga negara Indonesia yang mengaku tidak menganut agama atau kepercayaan tertentu. Permohonan tersebut meminta agar warga negara yang tidak beragama diakui dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk). Putusan ini diumumkan dalam sidang pleno yang dipimpin oleh Ketua MK, Suhartoyo, pada Jumat, 2 Januari 2025.

Kasus ini bermula dari permohonan yang diajukan oleh Raymond Kamil dan Teguh Sugiharto, yang berpendapat bahwa data kependudukan, khususnya pada Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP), seharusnya dapat tidak mencantumkan kolom agama atau kepercayaan bagi warga negara yang tidak memeluk agama atau kepercayaan tertentu. Mereka menggugat Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) UU Adminduk, yang menyebutkan kewajiban mencantumkan kolom agama atau kepercayaan dalam dokumen kependudukan.

Dalam pertimbangannya, Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa Indonesia sebagai negara berdasarkan konstitusi, memiliki karakter sebagai bangsa yang beragama dan mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, kebebasan beragama yang diatur dalam UUD 1945 tidak mengakui konsep kebebasan untuk tidak memeluk agama atau kepercayaan apapun. Mahkamah berpendapat bahwa setiap warga negara diwajibkan untuk menyatakan agama atau kepercayaan yang dianutnya dalam data kependudukan sebagai bagian dari pembentukan karakter bangsa Indonesia yang religius.

“Konstitusi negara kita membentuk bangsa Indonesia sebagai bangsa yang beragama. Oleh karena itu, wajib bagi setiap warga negara untuk menyebutkan agamanya atau kepercayaannya dalam dokumen kependudukan,” ujar Hakim Konstitusi Arief Hidayat, yang membacakan pertimbangan putusan.

MK juga menganggap kewajiban tersebut sebagai pembatasan yang proporsional dan tidak melanggar hak-hak dasar individu. Setiap warga negara hanya diwajibkan untuk mencantumkan agama atau kepercayaan dalam data kependudukan, tanpa adanya kewajiban lain yang bersifat lebih jauh. Mahkamah menilai, kewajiban ini tidak bersifat opresif atau sewenang-wenang, melainkan sebagai bagian dari identitas nasional yang berlandaskan Pancasila dan konstitusi.

Terkait dengan permohonan yang diajukan oleh pemohon, MK menyatakan bahwa tidak beragama atau tidak menganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa bukanlah bentuk kebebasan beragama. Dalam hal ini, konstitusi Indonesia tidak memberikan ruang bagi warga negara untuk tidak menganut agama atau kepercayaan, karena hal itu bertentangan dengan nilai-nilai dasar negara yang sudah diamanatkan oleh Pancasila.

Putusan ini menunjukkan bahwa Mahkamah Konstitusi tetap berpegang pada prinsip dasar negara Indonesia sebagai bangsa yang beragama, di mana setiap warganya diharapkan untuk mematuhi norma tersebut. Walaupun hal ini menjadi kontroversi bagi sebagian pihak, Mahkamah menilai bahwa pencantuman agama atau kepercayaan dalam dokumen kependudukan adalah bagian dari proses pengelolaan administrasi negara yang sah dan sesuai dengan semangat konstitusi.

Dengan keputusan ini, MK menegaskan bahwa pembatasan tersebut bersifat wajar dan tidak diskriminatif terhadap warga negara yang memiliki keyakinan beragama atau kepercayaan tertentu. Sebagai negara yang berdasarkan Pancasila, Indonesia menjunjung tinggi kebebasan beragama, namun dalam kerangka yang sesuai dengan norma-norma konstitusional yang ada.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *