17 Maret 2025
Kampus Gelar Pendidikan Anti-Pelecehan Seksual

https://www.liputan6.com/

Faktabiz – Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, mengingatkan pentingnya pendidikan antipelecehan seksual di kampus-kampus seluruh Indonesia. Mengingat maraknya kasus pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan, Sahroni menilai bahwa kampus perlu lebih aktif dalam mengedukasi civitas akademika agar terhindar dari tindak pelecehan seksual.

Sahroni menyampaikan hal tersebut sebagai respons terhadap sejumlah kasus pelecehan seksual yang terjadi, salah satunya kasus yang melibatkan seorang dosen di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang menjadi sorotan publik. Dalam kasus tersebut, seorang dosen berinisial LRR dilaporkan melakukan pelecehan seksual terhadap sejumlah remaja pria dengan kedok agama.

“Saya menyadari bahwa akhir-akhir ini fenomena pelecehan seksual di kampus semakin banyak. Oleh karena itu, kami di Komisi III mendorong kampus-kampus di Indonesia untuk semakin gencar menggalakkan pendidikan tentang antipelecehan seksual bagi seluruh civitas akademika,” ujar Sahroni dalam keterangannya yang diterima di Jakarta.

Lebih lanjut, dia menegaskan bahwa kampus harus tidak hanya mengedukasi mahasiswa, tetapi juga semua pihak yang terlibat dalam kegiatan akademik, termasuk dosen dan tenaga pengajar lainnya. Sahroni menilai bahwa peran pendidikan dalam mencegah pelecehan seksual sangatlah penting untuk membangun kesadaran kolektif di lingkungan kampus. Selain itu, kampus diharapkan dapat bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk mengembangkan mekanisme penanganan kasus pelecehan seksual, mulai dari pelaporan hingga penyelesaian kasus yang tuntas.

“Selain pendidikan antipelecehan seksual, kampus juga bisa bekerja sama dengan aparat hukum untuk menciptakan mekanisme penanganan kasus yang efektif, termasuk pendampingan bagi korban,” kata Sahroni.

Kasus pelecehan seksual yang terjadi di NTB itu menjadi perhatian publik karena melibatkan seorang dosen yang memanfaatkan posisi dan kepercayaan yang dimilikinya untuk melakukan tindakan bejat tersebut. Sahroni pun menegaskan bahwa pelaku pelecehan seksual bisa datang dari siapa saja, termasuk orang yang seharusnya menjadi teladan dan panutan, seperti seorang dosen. Modus operandi para pelaku pun beragam, dan seringkali menggunakan tipu daya untuk menjerat korban.

“Korban dan pelaku pelecehan seksual bisa berasal dari siapa saja. Modus-modusnya beragam dan seringkali melibatkan manipulasi yang cerdik untuk meraih korban,” ujar Sahroni, menambahkan bahwa siapa pun bisa menjadi pelaku maupun korban dalam kasus semacam ini.

Sahroni juga meminta agar pihak kepolisian lebih peka terhadap laporan pelecehan seksual, terlebih jika laporan tersebut melibatkan metode yang tidak lazim atau sulit dipercaya. Ia menegaskan bahwa kesaksian korban harus dihargai dan tidak boleh dipandang sebelah mata.

“Saya meminta kepolisian untuk peka terhadap hal-hal seperti ini. Jika ada laporan pelecehan seksual dengan cara yang tidak biasa, polisi harus langsung menindaklanjutinya. Jangan pernah meragukan kesaksian korban atau meremehkan kasus semacam ini,” ungkapnya.

Selain itu, Sahroni juga menekankan pentingnya kejelasan hukum dalam menangani pelaku kekerasan seksual. Ia menegaskan bahwa tidak ada toleransi bagi pelaku pelecehan seksual, dan mereka harus dihukum sesuai dengan peraturan yang berlaku tanpa ada kompromi.

“Tidak ada tempat bagi pelaku pelecehan seksual. Mereka harus mendapatkan hukuman yang setimpal. Pidana maksimal menanti pelaku kekerasan seksual, tidak ada kata damai,” tegas Sahroni.

Kasus pelecehan seksual yang terjadi di NTB ini bermula ketika Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram menerima laporan dari 12 pria remaja yang mengaku menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang dosen berinisial LRR. LPA Mataram menyebutkan bahwa kejadian tersebut terjadi di kampus dan beberapa lokasi di wilayah Gunungsari dan Banyumulek, Kabupaten Lombok Barat. Saat ini, Polda NTB sedang menyelidiki kasus ini dan masih dalam tahap pengumpulan data dan bahan keterangan.

Dengan semakin tingginya kasus pelecehan seksual, baik di kampus maupun di masyarakat luas, Ahmad Sahroni menegaskan bahwa langkah preventif melalui pendidikan dan penegakan hukum yang lebih tegas menjadi kunci untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan. Pihak berwenang, termasuk kampus dan polisi, diharapkan untuk lebih sigap dan berkomitmen dalam menangani kasus-kasus pelecehan seksual, serta memberikan perlindungan yang memadai bagi korban.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *