17 Mei 2025
Kebijakan Tarif Trump

Sumber: antaranews.com

Faktabiz – Kebijakan tarif yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, ternyata tidak hanya mengundang dampak positif, tetapi malah menambah kekhawatiran di pasar modal, dunia bisnis, dan konsumen. Selama masa kepemimpinannya, Trump mengubah kebijakan ekonomi secara drastis, yang salah satunya menyasar negara-negara tetangga seperti Kanada dan Meksiko, Eropa, serta China. Salah satu kebijakan utamanya adalah pengenaan tarif 25 persen untuk impor baja dan aluminium.

Langkah yang diambil oleh Trump tersebut justru memicu respons balasan berupa kenaikan tarif dari negara-negara lain, yang pada gilirannya menyebabkan ketegangan dalam perdagangan internasional dan gangguan besar dalam sistem ekonomi global. Kekacauan ini pun memunculkan istilah “Trumpcession” yang mencerminkan potensi dampak negatif yang lebih luas dari kebijakan tarif ini.

Tidak lama setelah kebijakan tersebut diterapkan, pertanyaan pun muncul mengenai efektivitas tarif tambahan yang diberlakukan. Beberapa pihak bertanya apakah kebijakan ini dapat membantu menstimulasi pertumbuhan ekonomi AS atau justru sebaliknya, menambah kesulitan bagi perekonomian.

Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, pada awal bulan ini mengatakan bahwa ekonomi AS mungkin akan mengalami pelambatan dalam masa transisi ini. Bessent menyebut masa transisi ini sebagai “periode detoksifikasi,” yang diperkirakan akan memberikan keuntungan jangka panjang meski ada potensi resesi dalam periode empat tahun kepemimpinan Trump. Dalam pernyataan lain yang disampaikan kepada NBC News pada Minggu (16/3), Bessent mengungkapkan bahwa tidak ada jaminan bahwa resesi dapat dihindari selama pemerintahan Trump.

Bessent juga menganggap volatilitas yang terjadi di pasar saham baru-baru ini sebagai penyesuaian yang sehat. Namun, pasar modal cenderung memiliki aturan sendiri. Wall Street tercatat mengalami penurunan tajam dalam beberapa sesi berturut-turut, yang mencerminkan berkurangnya kepercayaan investor serta meningkatnya kekhawatiran mengenai prospek ekonomi. Data awal menunjukkan bahwa Indeks Sentimen Konsumen Universitas Michigan untuk AS merosot tajam ke angka 57,9 pada Maret, yang merupakan angka terendah sejak November 2022. Hal ini terjadi di tengah meningkatnya inflasi, terutama dipicu oleh lonjakan harga barang-barang pokok seperti telur.

Ekonom ternama, Martin Wolf, dalam tulisannya di Financial Times mengingatkan bahwa kebijakan tarif AS kemungkinan akan menyebabkan lonjakan harga barang. Sementara itu, target Trump untuk meningkatkan produksi dalam negeri dipandang hampir tidak mungkin tercapai dalam waktu dekat.

Joseph Stiglitz, seorang ekonom peraih Nobel, juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap dampak kebijakan tarif Trump. Menurutnya, kebijakan ini tidak hanya berisiko bagi perekonomian AS, tetapi juga dapat mengancam perekonomian global secara keseluruhan. Ia menjelaskan bahwa tarif balasan yang diberlakukan oleh negara-negara lain akan mengurangi keuntungan pasar luar negeri bagi perusahaan AS, yang akhirnya akan menyebabkan hilangnya lapangan pekerjaan di dalam negeri. Pekerja di sektor pertanian, menurutnya, akan menjadi pihak yang paling dirugikan oleh kebijakan ini.

Ketidakpastian yang ditimbulkan oleh kebijakan tarif Trump semakin memperburuk perekonomian global. Sebuah survei yang dilakukan oleh Financial Times terhadap 49 ekonom memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi AS pada 2025 akan turun menjadi 1,6 persen, lebih rendah dari 2,3 persen yang diproyeksikan pada Desember sebelumnya. Survei tersebut juga mengungkapkan bahwa hampir seluruh responden setuju bahwa ketidakpastian kebijakan ekonomi AS akan memberikan dampak buruk terhadap laju pertumbuhan, yang berimbas pada penurunan belanja konsumen dan perusahaan.

Kebijakan tarif Trump, menurut para ahli, telah menciptakan hambatan perdagangan besar serta ketidakpastian yang mengganggu sistem perdagangan multilateral dan perekonomian global secara keseluruhan. Pada Senin (17/3), laporan yang dirilis oleh Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) merevisi proyeksi pertumbuhan global, menurunkannya menjadi 3,1 persen pada 2025 dan 3,0 persen pada 2026. Salah satu penyebab utama dari revisi proyeksi tersebut adalah meningkatnya hambatan perdagangan serta ketidakpastian dalam kebijakan pemerintah.

Mengutip Joseph Stiglitz, kebijakan tarif yang agresif ini berisiko membawa AS menuju sebuah “stagflasi yang menghancurkan,” yang berpotensi lebih buruk dari resesi pada tahun 1930-an. Seorang pembaca dari Kanada bahkan memperingatkan bahwa kebijakan tarif Trump dapat memicu depresi ekonomi yang lebih parah dari Depresi Besar yang dimulai pada 1929. Tariff Smoot-Hawley yang diterapkan pada tahun 1930, yang meningkatkan tarif barang impor, dianggap sebagai salah satu penyebab utama Depresi Besar. Kekhawatiran bahwa kebijakan tarif Trump akan menyebabkan krisis serupa menjadi semakin nyata dengan meningkatnya ketegangan dalam perdagangan global.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *