Faktabiz – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyampaikan bahwa pemerintah menghormati sepenuhnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden, atau yang dikenal dengan istilah presidential threshold. Keputusan ini dikeluarkan oleh MK karena dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Yusril menegaskan, dengan dihapusnya ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden, maka semua partai politik yang berpartisipasi dalam pemilu mendatang berhak mencalonkan pasangan calon tanpa syarat ambang batas tersebut. “Sesuaikan dengan ketentuan Pasal 24C UUD 45, putusan MK adalah keputusan yang bersifat final dan mengikat,” ujar Yusril saat dihubungi di Jakarta pada Jumat (2/1/2025).
Sebelum putusan MK, Pasal 222 UU Pemilu mensyaratkan bahwa untuk mencalonkan pasangan presiden dan wakil presiden, pasangan tersebut harus didukung oleh minimal 20 persen kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau 25 persen suara sah nasional yang diperoleh dari pemilu sebelumnya. Namun, setelah putusan MK, syarat tersebut tidak lagi berlaku, memberikan kesempatan bagi setiap partai politik untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden tanpa batasan persyaratan suara atau kursi.
Menko Yusril menambahkan bahwa semua pihak, termasuk pemerintah, wajib mematuhi putusan MK tersebut dan tidak dapat melakukan upaya hukum lebih lanjut untuk menentang keputusan tersebut. Putusan ini merupakan yang terakhir dan tidak dapat diganggu gugat, sebagaimana diatur dalam Pasal 24C UUD 1945 yang menyatakan bahwa keputusan MK bersifat final dan mengikat.
Pemerintah juga menyadari bahwa permohonan untuk menguji Pasal 222 UU Pemilu terhadap UUD 1945 telah diajukan lebih dari 30 kali, namun baru pada pengujian terakhir ini MK memutuskan untuk menghapuskan ketentuan tersebut. Menurut Yusril, putusan MK kali ini menunjukkan adanya perubahan sikap dalam menilai konstitusionalitas norma Pasal 222 UU Pemilu, berbeda dengan putusan-putusan sebelumnya.
Namun demikian, Yusril mengingatkan bahwa meskipun pemerintah menghormati keputusan hukum yang dikeluarkan MK, pemerintah tidak berada dalam posisi untuk memberikan komentar hukum layaknya akademisi atau aktivis. Menurutnya, MK memiliki wewenang untuk menguji norma dalam undang-undang dan menyatakannya bertentangan dengan UUD 1945.
Setelah adanya tiga putusan MK yang menghapuskan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden, yakni putusan Nomor 87, 121, dan 129/PUU-XXII/2024, Yusril menyatakan bahwa pemerintah akan melakukan pembahasan lebih lanjut mengenai implikasi dari keputusan tersebut, terutama dalam pengaturan pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) pada tahun 2029.
Menko Yusril juga menyebutkan bahwa jika diperlukan perubahan atau penambahan norma dalam UU Pemilu untuk menyesuaikan dengan dihapuskannya presidential threshold, pemerintah akan bekerja sama dengan DPR untuk mengkaji hal tersebut. “Semua pihak terkait, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), akademisi, pegiat pemilu, dan masyarakat akan dilibatkan dalam proses pembahasan ini,” tutup Yusril.
Keputusan MK ini tentu saja membuka peluang baru dalam dinamika politik Indonesia, dengan kemungkinan munculnya lebih banyak pasangan calon presiden dan wakil presiden yang dapat diajukan oleh partai politik tanpa batasan ambang batas kursi atau suara. Penghapusan presidential threshold ini diperkirakan akan mempengaruhi jalannya Pemilu 2029 dan memperkaya pilihan bagi pemilih dalam menentukan pemimpin negara.